KISAH CINTA YANG HARU
Bersama jaket berbulu putih ini ku rasakan sunyi yang menyelimuti
malam ini, bulan yang terang benderang seakan menyapaku di kesepian ini,
di temani dengan sejuta bintang dengan cahaya cantiknya. Januari yang
kelabu mengikuti hari-hari ku yang galau ini tampaknya. Sepucuk kertas
yang ku genggam di tanganku dengan erat, berisi sajak-sajak cantik dari
seorang lelaki yang belum pernah ku kenal sebelumnya ketika tak sengaja
bertemu di sebuah pameran buku.
Kejadian yang tak bisa lepas dari benakku, yang tak sengaja lelaki
misterius itu memegang tanganku dengan kepalan tangannya yang begitu
hangat di musim hujan tahun lalu, dan yang ku ingat hanya matanya yang
tajam menatap wajahku “Oh sorry, ku kira temanku” hanya kata itu yang
dia lontarkan saat kita bertemu, dan hanya selembar kertas yang ia
tinggalkan ketika jatuh dari saku celananya. Saat itu aku baru sadar,
tatapan yang membuatku damai dan selamat datang untuk dunia cinta
remajaku. “oh tuhan, beri aku kesempatan untuk melihat kedamaian itu
lagi” lamunku, sambil meletakkan selembar kertas misterius itu di dadaku
selagi merasakannya. “Alen, ayo bangun sayang” lagi-lagi teriakan
mamaku yang begitu khas menyambut pagiku. “iya ma, Alen bangun” sambil
segera beranjak bangun dari tempat tidurku dan ku tendang selimut yang
menghalangi tubuhku untuk segera bangkit.
Pagi yang tak begitu cerah dengan suasana ramai di ruang makan
rumahku, aku kehilangan kacamata. Papa, mama, dan bibi pun mencari-cari
dimana kacamata ku berada. 3 menit pun berlalu dan oh my god! aku baru
mengingatnya bahwa kacamataku semalam ku tinggalkan di kursi tidur pojok
kamarku, ampun deh lagi-lagi kepikunanku pun muncul. Dengan dua lembar
roti dengan selai nanas yang melekat di tengah roti ku sambar dan
berlari menuju mobil yang selalu mengantarkanku ke sekolah. “Mini,
berangkat bareng yuk?” sapaku di samping Mini yang sedang berjalan kaki
menuju ke sekolah. “Mmm.. iya deh” dengan kepolosannya dia pun mau untuk
berangkat sekolah bersamaku. Mini adalah sahabat terbaikku selama aku
menginjak SMA, sosoknya yang polos dan logat jawanya membuatku tertarik
untuk berteman dengannya, bahkan sampai sahabatan di bangku kelas X1 IPA
ini. Kemanapun aku pergi Mini selalu di sampingku, entahlah aku merasa
cocok dengannya. Dia sangat baik, baik banget.
Belum sampai di depan gerbang sekolah aku pun menyuruh si Mamang
sopirku untuk berhenti dan membiarkan ku dan Mini jalan kaki sambil
sedikit olahraga. Hari di sekolah sama dengan yang di rasakan oleh semua
murid, tidak semuanya sih. Apalagi pagi ini tepat pelajaran pertama
yaitu fisika, dengan rumus yang menurutku membuat kepalaku ingin pecah
rasanya. Setiap kali pelajaran yang tak kusuka pastinya selalu saja
mataku ingin melirik jam dinding selagi mengeluh kapan pulangnya, jam
ini kok lamban yah..
“Teeett… teeett… Teeettt” bel pun berbunyi dan hal inilah yang ku
tunggu-tunggu dan membuat mukaku yang kusut menjadi ceria kembali. Siang
menjelang sore ini aku ingin mengajak Mini kembali ke pameran buku yang
waktu itu, untuk bertemu si Misterius itu yang membayang-bayangiku
setiap malam. Siapa tahu kita ketemu lagi. Rak demi rak buku ku telusuri
sambil was-was kanan kiri depan belakang, sosok itu tak muncul. “oh ya
tuhan, kemana dia? Jangan kau biarkan hambamu ini pulang dengan
kekecewaan” tanyaku dalam hati sambil celingak-celinguk gak jelas
banget. “kenapa kamu Len, kamu nyari siapa?” Tanya Mini yang sontak
membuatku kaget. “oh ini, aku nyari buku yang kemarin mau ku beli. Tapi
kok nggak ketemu yah? Dimana sih?” jawabku dengan nada tergopoh-gopoh.
Tampaknya Mini mulai mencurigaiku.
“ah sudahlah kamu ndak usah bohong sama aku, aku tahu kamu bohong. Iya
kan, cerita sama aku ada apa sebenarnya?” bujuk Mini sambil
menepuk-nepuk bahuku.
Mungkin memang saatnya aku cerita sama Mini kalau aku jatuh cinta
sama cowok yang belum ku kenal sama sekali, konyol bukan? baru kali ini
ada cowok yang membuatku seperti ini. Setelah aku cerita semuanya Mini
pun tertawa kecil dan menyembunyikan tawanya dariku. “kamu kok ketawa
sih? Emang apaan yang lucu?” kata ku sambil mengerutkan jidatku, kesal.
“kamu itu lho, kok lucu ya. Baru ketemu udah cinta padahal masih ndak
tau sifat kepribadiannya lho. Lucu deh lucu”. Kata-kata Mini tak ngefek
bagiku, juga tak menurunkan semangatku dan keyakinanku bahwa suatu hari
nanti aku pasti ketemu cowok itu. Kenapa aku yakin benget yah? Tapi aku
selalu berharap untuk bertemu dia suatu saat nanti.
Hari telah berganti, ku jalani seperti biasanya. Tak ada istimewanya
hari-hari ku tetap saja seperti ini. Datar-datar saja, membosankan.
Dengan menggenggam kertas misterius, aku berjalan menyusuri koridor
sekolah sambil sedikit melamun, dan akhirnya seseorang menabrakku dari
belakang yang sontak membuatku terjatuh dan tepat di depan kelas
senior-seniorku yang sedang menertawakanku. Seragamku basah semua,
rambutku terasa manis ketika seseorang menabrakku sambil membawa minuman
yang pas tumpah di badanku. Sial banget hari ini, aku benar-benar malu.
Sebuah langkah yang berlagu serasa menghampiriku yang tak sempat
bangkit dari kejadian ini, sosok lelaki yang gagah membantuku bangun dan
ketika aku menatapnya, dia adalah si damai hatiku, pemilik kertas
misterius ini. Dia menggandeng tanganku sambil membawaku untuk
meninggalkan tempat keramaian orang yang sedang menertawakanku. “kamu…”
tanyaku sambil menunjuk muka seorang cowok yang manis ini, masih dengan
nada suaraku yang kebingungan dan amat terpesona. “kamu yang waktu itu
di pameran buku ya?” lanjutku, tak lepas memandangnya. “iya, kamu nggak
kenapa-napa kan?” ujarnya khawatir padaku. Aku tetap saja memandang
wajahnya tanpa menghiraukan apapun, yang pasti hari ini adalah hari yang
kunanti-nanti. Dimana aku bertemu dengan sosok misterius yang
akhir-akhir ini mengganggu konsentrasi belajarku.
“hei, kamu nggak kenapa-napa kan?” ujarnya sambil melambaikan tangannya
di depan wajahku yang sedang melamun. “oh nggak kenapa-napa kok. Eh aku
mau ngembalikan ini, ini milikmu kan?” aku pun menyodorkan kertas yang
bersajak yang jatuh dari sakunya waktu di pameran buku. “nah, ini yang
ku cari. Terimakasih ya” begitu dia langsung menyambar kertas itu dan
segera pergi meniggalkanku. “hei tunggu, kamu anak SMA sini ya? Kok aku
gak pernah liat kamu?” tanyaku, mencegahnya pergi. “kenalin, aku Bayu
Rangga Putra anak X11 IPA-3” oh my god! dia menyodorkan tangannya untuk
mengajakku berkenalan. Betapa bahagianya aku saat ini. Nggak sia-sia
lamunanku selama ini hanya untuk seorang Bayu. “Mmm.. aku Alen. Alena
Pusparini Anak X1 IPA-2” betapa berbunga-bunganya hatiku. Namun setelah
itu dia langsung pergi. Tampaknya dia sedang terburu-buru, tapi ya
sudahlah yang penting aku sudah tau namanya dan tempat dia berada. Hal
ini membuatku rajin dan makin semangat untuk pergi ke sekolah.
Hari ini adalah hari senin dan hari ulang tahun sekolahku. Aku dan
Mini tak sabar untuk melihat pensi yang meramaikan hari jadi sekolahku.
Hari ini memang tak biasa untukku ketika aku mengenal si Bayu dan ketika
dia melontarkan senyuman saat kita nggak sengaja bertemu di jalan saat
aku pulang dari rumah Mini. Ya ampun, dunia serasa indah ketika cinta
memihak kita, semoga tak ada rintangan dan halangan untuk kedepannya aku
pede-kate dengannya. Tampaknya sih, dia juga punya perasaan yang sama
denganku. Hehe pe-de amat yah! tapi mudah-mudahan saja. Pagi ini pun aku
berangkat sekolah dengan papa, karena si Mamang lagi pulang kampung.
“Alen, Len!” suara yang meneriakkanku dari belakang membuatku memutar
badan. Dan ternyata, itu si Bayu yang sedang memanggilku entah ada
urusan apa. Dengan nafas terengah-engah dan keringat yang bercucuran
dari jidat sampai dagu, Tak tega aku melihatnya. Sampai segitunya dia
mengejarku dari tadi mencariku. Ini membuatku Ge-Er. “ada apa Bay?”
tanyaku sambil menenangkannya yang tampaknya amat kelelahan. “aku mau
nanya aja, tadi aku lihat di daftar ada namamu tercantum mengikuti lomba
Novel Remaja 2013? Apakah kamu benar-benar ikut lomba itu?” Tanya Bayu
serius. Ya ampun, aku benar-benar nggak ngerti yang dia omongin. Aku
nggak ikut lomba itu, tapi aku memang ingin melombakan novelku yang
iseng-iseng ku buat dan kebetulan tema-nya sama dengan lomba saat ini.
Mungkin ini kerjaan Mini yang sering-sering maksa aku untuk ikut lomba
itu. Hm.. benar-bernar Mini kurang kerjaan. Tapi ada apa ya Bayu Tanya
tentang lomba itu sampai di bela-belain keringetan kayak gini. “iya Bay,
emang kenapa?” jawabku dengan penuh keraguan. “tak apa, kebetulan aku
ikut juga dalam lomba itu dan aku masih belum tahu alamatnya. Bisa kita
barengan dan menunggu pengumuman lomba itu juga? Kalau nggak keberatan”.
Ucapnya dengan menunjukkan lesung di pipi kirinya yang makin membuat
jantungku berdegub amat kencang.
Akhirnya aku dan Bayu meluncur ke acara lomba itu dengan motor
sederhananya yang menurutku ini moment yang romantis. Dengan membelah
jalan, kami berbincang cukup jauh dan semakin akrab saja, semakin ku
mengenal sosoknya yang sederhana apa adanya. Sampai di tempat yang kami
tujupun kita barengan dan pada hari pengumuman pun sama. Tetapi aku dan
Bayu tak memenangkan lomba itu, tampaknya Bayu sangat tertarik dengan
dunia sastra. Bukan hanya itu, bahkan kami mampir ke sebuah restoran
klasik dan makan berdua layaknya sepasang kekasih. Lambat laun kita
semakin dekat saja dan Mini pun tampaknya mendukung atas hal ini. Sore
ini dia mengajakku ke pantai, namun aku tak sempat minta ijin ke mama
papa, aku takut tidak dapat ijin. Alasannya Mini lagi, alias ngerjain
tugas di rumah Mini. Maafin aku ma, pa?
Langit sore di tepi pantai dengan sepoi-sepoi angin di bawah pohon
kelapa, kita duduk bersantai-santai ria menikmati indahnya hari ini.
“Bay, tumben kamu ngajakin aku ke tempat kayak gini. Biasanya hanya
nongkrong di restoran klasik itu. Ada apa?” tanyaku penasaran dengan
tujuan Bayu mengajakku ke pantai ini. “Mmm.. emang kenapa? Kamu nggak
suka ya?” jawabnya dengan memandang wajahku yang tepat di sampingnya.
“loh, kok malah nanya balik? Aku suka kok Kemana aja, mmmm.. asal sama
kamu” ucapku yang ku rasa ini benar-benar keceplosan!
Dengan ekspresi wajah yang malu dan mengalihkan pandangan ke ujung
pantai, tiba-tiba posisi Bayu yang makin menepatkan pandangannya ke
arahku yang membuatku makin tak karuan dan salah tingkah seketika.
Perlahan tangannya menyentuh tanganku yang membuatku kembali
memandangnya secara spontan.
“Alen, sebenarnya aku tak pantas mengatakan ini. Karena kita masih baru
kenal dua bulan, tapi aku tak kuat menahan semua ini sendiri. Aku hanya
ingin kamu tau bahwa aku… Aku suka sama kamu sejak pertama kita
berkenalan. Kalau memang aku tak pantas, kamu tak perlu bilang apa-apa
sekarang, yang penting kamu tahu semua yang ku rasakan ini” ucapnya
dengan sayu dan serius, sungguh aku tak menyangka dia akan melakukan
ini. “Bay cukup, aku akan menjawabnya sekarang agar kamu juga tahu.
Bahwa aku, aku memang tak pantas dan tak bisa membohongi diriku sendiri
bahwa aku juga menyukaimu. Bahkan sejak pertama kita tak sengaja jumpa
di pameran buku waktu itu” jelasku sambil merapatkan genggaman tangan
Bayu yang mendamaikan suasana.
Ketika itu kita punya hubungan spesial dan 4 bulan berjalan aku pun
belum pernah memperkenalkannya kepada mama papa. Ku beranikan diri untuk
melakukannya saat ini. Harus saat ini. Aku pun jujur ketika aku pergi
ke pantai dengan Bayu dan bukan mengerjakan tugas bersama Mini, aku
berharap mama papa ngerti. Namun apa yang terjadi, mama papa sudah
mengetahui hal ini waktu mama menelvon Mini dan Mini dengan kepolosannya
menjawab yang sebenarnya. Aku takut mereka marah, dan Bayu pun tahu
kalau aku tak ijin dulu kepada orangtuaku waktu kita jalan-jalan ke
pantai.
“Sudahlah Len, mama tahu semuanya. Tentang kalian berdua, mama papa
sengaja tak menegurmu walaupun kami tahu yang sebenarnya karena mama
ingin tahu kejujuran darimu. Tapi maafkan mama, mama sudah pernah bilang
sama kamu jangan pernah bohong sama orangtua apapun itu, dan pilihlah
pendamping yang bisa membahagiakanmu. Namun bukan dari jurusan sastra
yang belum jelas masa depannya yang hanya penulis novel” ucap mama
sontak membuatku tak kuasa menahan semua ini. Bagai tersambar petir di
gurun pasir ketika aku mengingat ucapan mama saat itu, mama melarangku
untuk bertemu dengan Bayu, sedangkan papa hanya bisa diam. Tampaknya
papa tak tega melihatku tersiksa dengan keputusan mama. Ya benar, aku
sangat tersiksa dengan semua ini. Berbagai penjelasan yang telah Bayu
lontarkan dan mamapun tak dapat mengubah keputusannya. Ampun deh.
Hari demi hariku kini tak menyangkut tentang Bayu. Tapi ketika mama
tak tahu pun aku masih sering ketemu Bayu, mau gimana lagi rasa kangen
sudah menggebu-gebu rasanya. Suatu hari ketika aku dan Bayu lagi jalan
menuju ke restoran klasik biasa kita ketemuan mama tahu dan akhirnya
mama ngirim mata-mata buat ngawasin aku dan Bayu. Ini sungguh terlalu.
Malam ini di hari istimewa ulangtahun ku tepatnya, aku berharap Bayu
datang walaupun mama tak mengijinkan ku untuk mengundangnya. Namun apa
yang terjadi? Mama mengusir bayu dengan sebuah bingkisan imut yang dia
bawa jauh-jauh dari rumahnya. Segitunya mama membenci Bayu? Sakit banget
rasanya, Bayu maafkan aku atas semua ini, ini salahku.
Berhari-hari aku tak saling sapa dengan mama, hatiku terlalu hancur.
Hanya karena kebohongan yang ku buat sehingga Bayu jadi korbannya, dan
hanya karena dia memilih jurusan sastra mama tidak mau menerimanya.
“Len, kenapa kamu nggak mau ngomong sama mama? Mama hanya melakukan yang
terbaik buat kamu. Coba kamu berpikir positif tentang larangan mama,
turutin semua apa kata mama. Mama yakin hidupmu akan indah nak”.
Sarapan pun aku tak makan sepucuk roti karena mama benar-benar ingin
aku tahu tujuan mama melakukan ini semua. Mama menjelaskannya padaku,
tapi tetap saja mama tak pernah ngertiin pisisi ku. Dan aku pun tak kuat
lagi. “Ma, mama mikirin perasaan aku nggak sih? Selama ini aku nggak
pernah minta apa-apa sama mama, aku tak pernah membantah mama. Tapi
tidak untuk kali ini, maafin Alen ma. Alen mencintai Bayu. Kita akan
buktiin sama mama, sastrawan tak seburuk dan sekecil yang mama kira,
Alen pergi dulu”.
Menyusuri lorong sekolah dengan langkah yang tak meyakinkan, sedikit
lamunan tentang kata-kata mama tadi yang terus menghantui dan membuatku
tambah ingin membuktikan sebuah kenyataan yang harus di ketahui oleh
mama. Tiba-tiba Mini menyambarku dan berhasil mengkaburkan lamunanku.
“Apaan sih pagi-pagi udah kayak ayam, main samber aja” ucapku sedikit
kesal.
“Ciyee yang lagi galau. Uwislah Alen ku yang manis, aku punya kabar
gembira untuk sahabatku tersayang. Mau denger gak?” goda Mini dengan
gaya logat jawa-nya. “Apaan coba?” tanyaku, ketus.
“tau nggak, Bayu menang lomba dengan novelnya dan kini dia sedang
persiapin surprise buat kamu nduk ayu, dengan launching novelnya ntar
malam” jelas Mini dengan penuh keyakinan. “iya kah? Kamu nggak bohong
kan?” sahutku dengan wajah yang cerah ceria seketika.
Terik matahari siang ini pun tak mematahkan wajah ceriaku saat
melewati gerbang sekolah. Dan dengan semangat aku pulang dengan mobil
jemputan yang biasanya nganterin aku kemanapun. Membelah jalan dengan
pacuan mobil yang serasa membuatku terbayang terbang bersama Bayu.
Dengan langkah kaki dan semangat, aku menghampiri mama papa, tampaknya
mereka terheran-heran melihat wajahku kembali ceria. “lihat saja nanti”
pikirku dalam hati sambil senyam-senyun nggak jelas di hadapan mama
papa. Ku rebahkan tubuh rampingku sejenak di tempat tidurku, dan “kring…
kring…” suara telepon rumah tersengar dari kamarku, segera ku melonjak
dan kepo banget siapa yang telepon itu, apakah dari Bayu?
“halloo, iya benar ada apa?” mama bercakap-cakap di telepon itu dan
suaranya nggak begitu jelas. Mama berekspresi biasa saja, aku pun
memonyongkan bibirku tanda kecewa. Ku pikir dari Bayu. Ketika aku hendak
membalikkan badan, mama menjelaskan pada papa, dan ternyata itu dari
karyawan hotel yang mengundang orangtuaku ke sebuah acara di hotel indah
sentosa malam nanti, dan seluruh keluarga harus di ajak. Oh my god, itu
pangeranku. Itu acara pangeranku. Tak jelas ku menari-nari kegirangan
selagi merayakan hari itu.
Sebuah pesta yang tak kuduga sebegitu meriahnya dengan kerlip
lampu-lampu yang menyilaukan dan menambah keindahan di seberang danau.
Apakah benar semua ini adalah acara Bayu, bagaimana bisa dia membuat
pesta semewah ini. “cek.. cek.. ehmm.. terimakasih kepada semua undangan
yang telah hadir pada malam hari ini. Di acara launching novel yang
Alhamdulillah berhasil menembus harapan saya. Dan semua karya tulis
saya.
Disamping itu saya ucapkan banyak terimakasih kepada Ayah dan ibu yang
telah hadir dan tante om dengan seseorang yang telah menginspirasi novel
ini, Alenn…”. waow surprize banget, kata-kata yang terlontarkan dari
mulut Bayu membuatku membeku seperti patung. Mama, papa dengan raut
wajah yang terpesona seakan-akan tak percaya dengan semua ini, dengan
kesuksesan Bayu.
“Om, Tante. Ijinkan saya untuk bersama puteri anda yang telah memikat
hatiku sekarang dan selamanya” ujar Bayu di depan orangtuaku dengan
menggengam sebuah microphone yang terdengar sayu oleh semua orang yang
hadir malam ini. “iya benar, anak kami sudah lama mencintai anak anda.
Tolong ijinkan anak kami untuk tetap dan terus bersama puteri anda?”
permohonan orangtua Bayu yang makin mendukung suasana. “kami minta maaf
atas pandangan saya dan isteri saya tentang Bayu selama ini. Dan sekali
lagi, saya tidak bisa. Saya tidak bisa jika melarang mereka berdua untuk
bersatu, dan saya merestui hubungan kalian. Maafkan mama mu ya nak?”
jawab papa yang cukup mewakili mama.
Saat itu juga kami berdansa, selagi merasakan kebahagiaan ini yang
tak terduga. Rasanya benar-benar jadi orang paling istimewa malam ini.
Setelah sejam kemudian, denting jam telah menunjukkan pukul 21.00 dan
aku baru ingat, bahwa hari ini aku ada acara reuni teman-teman SMP yang
telah menungguku sejak sejam yang lalu. Aku pun bergegas meminta ijin
kepada orangtuaku dan orangtua Bayu untuk segera beranjak ke sebuah
restoran dengan di dampingi Bayu. Tepat di depan tempat yang kami tuju,
Bayu tak ingin ikut kedalam untuk menemaniku, alsannya karena ini
acaraku, acara pribadiku dengan teman lama ku. Dengan paksaan pun Bayu
tetap tak ingin menemaniku ke dalam, akhirnya aku sendirian dengan Baju
pesta yang masih ku kenakan dari perayaan pesta Bayu.
Sekian lama Bayu menugguku di seberang jalan dengan suasana malam
yang dingin menggigit. Aku tak melihat sms dari Bayu dengan keadaan hp
ku yang ter-silent. Dua jam aku keasyikan mengobrol dengan teman lama
yang dua tahun tak bertemu, aku baru ingat Bayu menugguku di luar.
Beranjak ku segera berlari mencari dimana Bayu, ternyata dia sudah tidak
ada. Aku berpikir dia sudah pulang dan akhirnya aku tak enak hati lalu
meyakinkan pikiranku bahwa Bayu sudah pulang dengan memastikan untuk ke
rumah Bayu.
Dan ternyata apa, rumah bayu dikerumuni orang banyak. Yang aku tak
tahu apa yang sedang terjadi? Dan dengan tubuhku yang ramping aku
menyerobot kerumunan orang. Aku melihat sebuah ambulance dengan pintunya
yang terbuka. Betapa kagetnya aku bagaikan tersambar kereta api yang
berlaju kencang saat melihat sesosok Bayu yang sedang berbaring dengan
tangan kirinya yang berlumuran darah akibat tusukan para preman.
“Bayuuu…” Gumamku tak percaya dengan semua ini. “BAYYUUU… Kenapa kamu
pergi!! kita baru merayakan semua ini hanya satu jam… Bayuu, bangun!!!”
teriakku dengan menangis tak karuan.
Mama papa segera meraihku dan memelukku. “Alen sudah ya? Jangan sedih
terus. Ikhlaskan Bayu. Dia juga nggak mau lihat kamu sedih dan menangis
seperti ini!” kata mama menyeka air matanya lalu mengusap air mataku.
Setelah lama menagis aku pun melihat handphone ku, dan ku lihat 8 pesan dari Bayu.
“Alen, sudah malam..
Belum selesai acaranya?
Kok nggak di balas?
Sibuk banget ya?
Ya sudah aku akan nunggu kamu disini.
Aku pergi sebentar ya, ada orang yang ngelihatin mulu daritadi
Aku sayang Alen, sayang banget. I love you sayang.
Kalau sudah balas sms ku ya?”
Aku makin teriak dengan suaraku yang mulai hilang. Betapa bodohnya
aku dengan kepikunanku bahwa Bayu sedang menungguku sendirian di saat
malam yang hening. Baru satu jam kita mendapat restu dari mama papa.
Baru sajam kita merayakan hari bahagia ini. Kenapa Bayu ninggalin aku
secepat ini.
Hari-hariku kini hampa, tak ada yang mengajakku ke restoran klasik
lagi. Tak ada yang membelikanku jagung bakar di kala hujan lebat, dan
tak ada yang mengantarkanku ke pameran buku lagi. Bayu, walaupun kamu
telah tiada dan bahagia di surga sana, kamu akan tetap selalu ada di
dalam lubuk hati ini. Kamu akan selalu ada di setia lembaran diaryku dan
karya-karya novel kita yang belum sempat kita selesaikan. “semoga kamu
tenang dan bahagia disana. Aku selalu merindukanmu Bayu, dengan semua
kenangan kita yang hanya se-jam itu. I LOVE YOU MORE BAYU…”